Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Rabu, 24 April 2013

Bisnis Sosial dan Wirausaha Sosial

I GN Nitya Santhiarsa

“Dengan mengendalikan seluruh indria, berpikran tetap dan tenang, berusaha untuk kesejahteraan semua makhluk, sesungguhnya mereka sampai kepadaKU”-Bhagawadgita XII-4

Ada hal yang menarik dari sloka suci di atas, yaitu berusaha untuk kesejahteran semua makhluk. Kalimat ini mengandung makna yang luas dan mendalam, yang sangat bermanfaat bila kita pahami dan amalkan. Sudah menjadi kodrat bagi manusia, terutama golongan dewasa produktif atau kelompok grhasta untuk bekerja tekun dan professional, agar bisa hidup dan menghidupi keluarga masing-masing. Bekerja seperti ini umumnya masih dikategorikan berusaha untuk kesejahteraan sendiri atau kesejahteraan keluarga, namun ajaran Hindu tidak berhenti pada hal ini melainkan meluas bekerja guna kesejahteraan semua makhluk, yaitu kepada sesama manusia (sosial-humanis) dan juga kepada binatang dan tumbuhan (ekologis). Menurut ajaran Hindu, setiap umat Hindu diharapakan pada saat berusaha atau bekerja agar mampu memberikan berkah dan manfaat bagi orang banyak dan alam lingkungannya. Inilah salah satu ajaran Hindu yang utama dan mulia, sepatutnya setiap umat Hindu memperhatikannya.

Satu hal lagi yang patut dicermati, Catur Warna itu bukan murni berarti empat golongan pekerja, tapi juga bermakna empat golongan pekerjaan/profesi, jadi satu orang bisa menjalankan keempat profesi sekaligus dan fenomena ini adalah hal yang lumrah di jaman sekarang. Contohnya ada dosen merangkap jadi pengusaha, ada dokter yang jadi tentara dan sebagainya, yang terpenting setiap profesi dilaksanakan secara tekun dan bersungguh-sungguh. Tentang Catur Warna, dahulu peran brahmana-kesatria atau rajarsi lebih menonjol di masyarakat, namun keadaan sekarang berubah, keempat warna sama-sama kuat dan menonjol.

Swadharma utama sekarang juga menjadi milik profesi wesia-sudra atau wesia-sudra swadharma. Profesi pengusaha (bisnis) dan jasa pelayanan (services) menjadi primadona pekerjaan yang dapat menghasilkan keuntungan dan kekayaan serta kedudukan utama di masyarakat, sehingga sekarang banyak orang menjalankan swadharma sebagai wesia-sudra.

“Bertani, beternak, dan berdagang adalah tugas para wesia, yang terlahir dari sifat alamiahnya sendiri, dan kegiatan pelayanan adalah tugas para sudra, yang juga terlahir dari sifat alamiahnya sendiri” Bhagawadgita XVIII-44

Jadi, apa kaitan kedua fenomena sosial di atas, yakni berusaha untuk kesejahteraan semua makhluk dan kebangkitan golongan wesia-sudra? Ternyata kedua fenomena sosial di atas memiliki konteks yang sangat erat dan menjadi trend di masyarakat dewasa ini. Kedua fenomena sosial ini berakar sama, yaitu pada ajaran Karma Yoga, yang dapat kita pelajari secara ringkas dan padat pada kitab Bhagawadgita terutama pada bab III dan bab V, yaitu Karma Yoga dan Karma Samnyasa Yoga. Karma Yoga adalah bagian dari Catur Yoga Marga, yaitu empat jalan untuk mengabdi kepada Tuhan, ada empat jalan, yaitu Raja Yoga, mengabdi kepada Tuhan dengan amalan spiritual Yoga, Jnana Yoga, mengabdi kepada Tuhan dengan mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, Bakti Yoga, mengabdi kepada Tuhan dengan mengamalkan ibadah kebaktian dan ritual, dan Karma Yoga, mengabdi kepada Tuhan dengan berusaha atau bekerja untuk kesejahteraan semua mahkluk.

Menurut ajaran Karma Yoga, bekerja yang terbaik adalah bekerja kepada Tuhan, bekerja tanpa pamrih, bekerja tanpa terikat pada hasilnya dan bekerja untuk kesejahteraan bersama, model-model bekerja seperti inilah yang menjadi anjuran dari ajaran Karma Yoga yang tercantum dala kitab Bhagawadgita. Karma Yoga sekarang ini menjadi trend untuk dijalani, karena perkembangan jaman yang merubah masyarakat agraris menjadi masyarakat industri di mana sebagian besar waktu digunakan untuk bekerja.

Perubahan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri tidak bertentangan dengan ajaran Hindu, kedua pola masyarakat sudah diatur dalam ajaran Hindu, yang menganggap ini masalah hanyalah orang yang keliru menafsirkan jaran Hindu yang sangat lengkap dan kompleks. Ajaran Hindu bersifat fleksibel dan adaptif terhadap perubahan, di mana dalam masyarakat industri terjadi pergeseran titik berat jalan dari Bakti Yoga Marga menuju Karma Yoga Marga, namun secara umum keempat jalan masih dapat dilaksanakan. Bekerja sambil beramal, atau mencari keuntungan duniawi dan surgawi sekaligus menjadi semboyan bagi umat Hindu yang menempuh jalan Karma Yoga. Hal inilah yang menjadi dasar bagi kebangkitan profesi wesia-sudra di kalangan umat Hindu.

Kiyosaki, seorang finansial planner terkemuka menyatakan bahwa bekerja menurut derajat kebebasan finansial ada empat macam, yaitu bekerja pada orang lain yaitu menjadi pegawai, bekerja pada diri sendiri yaitu menjadi konsultan misalnya, berbisnis, yaitu punya usaha sendiri seperti pemilik restoran, dan berinvestasi, yaitu punya modal cukup besar untuk mendanai usaha tertentu seperti menjadi komisaris perusahaan. Semakin tinggi derajat kebebasan finansial semakin kaya orang itu, demikian pernyataan Kiyosaki. Di antara keempat macam pekerjaan ini, pekerjaan berbisnis dan berwirausaha sekarang ini banyak dianjurkan oleh pemerintah dan juga menjadi pilihan masyarakat, karena banyak memberikan manfaat bagi kemajuan dunia usaha di suatu daerah. Membuka bisnis dan menjadi wirausaha berarti membantu upaya pemerintah mengurangi masalah pengangguran dan masalah rendahnya produktifitas, di samping itu juga berarti menggerakkan peredaran modal di kalangan masyarakat untuk usaha yang produktif, yang mana hal ini tentunya membuat ketangguhan sosial menjadi lebih baik.

Perlu juga diketahui oleh umat Hindu, bahwa profesi wesia-sudra adalah profesi mulia. Hal ini bisa kita ketahui dari fakta bahwa semua nabi dari Agama Yahudi, Nasrani dan Islam adalah pernah bekerja sebagai gembala ternak (gopala atau gupta). Demikian juga awatara kita, Bhagawan Sri Krisna, Beliau adalah seorang gembala. Kemudian, Nabi Muhammad menyatakan bahwa profesi yang paling menguntungkan di dunia adalah profesi sebagai pedagang, seperti yang beliau teladani kepada umatnya.

Seiring tumbuhnya kesadaran dan semangat untuk berbisnis untuk mendapatkan kekayaan yang sebesar-besarnya, tumbuh pula kesadaran dan semangat untuk peduli pada keadilan sosial dan kelestarian alam, sehingga munculah fenomena bisnis sosial dan enterpreneur-sosial atau kewirausahaan sosial. Bisnis sosial adalah usaha secara profesional namun tujuannya bukan mencari keuntungan maksimal melainkan mencari manfaat sosial yang maksimal. Contoh bisnis sosial adalah memproduksi makanan sehat dan murah untuk kaum miskin, merancang asuransi kesehatan buat kaum miskin, membuat kursus pengembangan diri dan life skill untuk mengatasi pengangguran, dan sebagainya. Enterpreneur sosial adalah usaha mandiri yang dikembangkan untuk kemajuan diri sekaligus juga untuk pemberdayaan masyarakat. Misalnya produksi pakan ternak untuk mendukung kemajuan usaha peternakan rakyat, mengolah sampah kertas menjadi kertas daur ulang untuk mendukung usaha kerajinan dan sebagainya. Jadi ada semangat peduli pada kaum miskin dan kelestarian alam dalam menjalankan usaha semacam ini. Bisnis sosial dan enterpreneur sosial adalah sebuah pilihan usaha, tidak ada paksaan untuk melakukan usaha semacam ini, menjalankan usaha ini harus murni berdasarkan kesadaran betapa pentingnya hidup saling berbagi atau hidup saling menghidupi (paras param bhawayantah) dalam berusaha atau bermatapencaharian.

Selain itu sikap untuk bermurah hati juga menjadi ajaran utama dalam agama Hindu, yaitu adanya kewajiban dan kerelaan melaksanakan dharmadana kepada sesama berupa sedekah, hibah dan hadiah. Umat Hindu menjalani kehidupan berusaha mengikuti prinsip rwabinedha dan prinsip keseimbangan keharmonisan, termasuk ketika berbisnis, yaitu diharapkan setiap orang selain memiliki kemampuan bisnis dan kecerdasan financial, harus diimbangi dengan kesadaran untuk berbagi (charity), setiap keinginan untuk meraih kekayaan dan kesejahteraan harus diseimbang-serasikan dengan kemauan untuk beramal dan berderma. Umat Hindu diharapkan juga mempunyai rasa atau kebijaksanaan untuk memutuskan kapan bekerja profesional dan dibayar serta kapan bekerja ngayah atau kerja gotong royong (relawan).

Bekerja untuk mencari nafkah menghidupi keluarga itu suatu keharusan, sedangkan sibuk bekerja mengejar kekayaan atau kesenangan duniawi sehingga melalaikan ibadah itu adalah kekeliruan atau dosa. Kemudian bekerja dengan tekun, dengan meyakini kerja merupakan ibadah atau bekerja dengan tidak melalaikan ibadah, serta bekerja sesuai dengan dharma untuk kesejahteraan semua makhluk. Ini adalah tergolong bekerja untuk Tuhan atau kerja yang diberkati, model bekerja yang dianjurkan untuk menjadi pilihan umat. Menurut pendapat penulis, berusaha untuk kesejahteraan semua makhluk sangat tepat diwujudkan melalui bisnis sosial dan enterpreneur sosial, sebab keduanya adalah lembaga ekonomi sekaligus lembaga sosial yang terbukti cukup efektif untuk menciptakan keadilan sosial di masyarakat sehingga kehadiran kedua macam lembaga tadi menjadi suatu kebutuhan di jaman sekarang ini. Om, Namo Siva Budha ya namah swaha!

( I GN Nitya Santhiarsa, Ketua Forum Dharma, staf dosen Universitas Udayana).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar